Puisi-Puisi Refdinal Muzan

Refdinal Muzan, lahir di Padang, 15 Mai 1967. Suka menulis puisi. Sekarang bekerja sebagai Guru Bhs Inggris SMP N 1 Sungaipua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Tinggal di Jalan Mutiara 28, Perumahan Mutiara Sakinah, Biaro, Bukittinggi. Dapat dihubungi di nomor HP. 081374359199.

RISALAH

Menghampiri kisah di setetes embun
sejuk bening basahi kelopak daun
segarkan satu lembar kehidupan
sirna, terhapuskan saat mentari menjulang

selami cerita akan dedaun yang tertinggal
selalu sedia makanan yang dibutuhkan
lalu layu dan berguguran
tergeletak pasrah
di sisi pepohonan nan berbuah

Pahami hening sebatang pohon
tanpa cemas, selalu tegar tuk berdiri
tanpa malu, rontokkan dedaun di musim gugur
dan
tanpa pernah merasa mulia,berikan senikmat dan semanis buah
lalu
tanpa ragu dan takut, kemudian kering dan mati

membaca kisah akan diri
sekelumit arti
akankah bersemi kembali
ketika semua ternikmati
seperti embun
seperti daun
seperti buahnya pohon
seperti cermin dalam diri

2011

WAJAH

Wajah mentari masih terbangun dibalik bukit
membuka jendela dalam hening pagi
embun itu masih menggayut dalam zikir
menguak hari yang masih misteri

wajah jalanan lalu lalang
semua memburu dalam putaran roda
gegas apa yang kau cari, bila resah hati tak mampu kau sembunyi

wajah pasar berkerumun
geliat kais yang bertebar
tak ada tersisa, karena hujan masih mencurah

wajah manis dibalik meja
senyum mengait hati
berikan satu mimpi

wajah cemas anak-anak bangsa
tak tahu angin membawa kemana
dalam kabut atau jurang yang menganga

wajah badut-badut bertopeng malaikat
berkelit menipu diri
tersenyum manis diatas derita tangis
menebar janji untuk puaskan diri

wajah yang telah melepas beban
tertawa, menangis, berjalan kian kemari
dunia tak lagi tersaksi waras mata
gaib

wajah yang masih kucari
sejatinya diri sebuah eksistensi
wajah dibalik kaca
wajahku sendiri

2011

PRAY FOR INDONESIA

Tuhanku,
Di tanah tempat aku Kau hadirkan
masih membaca Rahman dan RahimMU
di sela kemelut penguasa nan tak kunjung usai
di antara kecamuk saudara sebangsa yang tak terlerai
di semua teguran bencana yang masih tertuai
masih selalu kursa Kasih dan sayangMU

Begitukah senantiasa cara Kau panggil ke dekapanMu?
Aku masih terlalu buta membaca garis takdirMu
karena yang masih Kau sisa hanya membaca airmata
airmata yang menetes dari mata karib ditinggalkan
disaat nyawa-nyawa terkapar di gerbong tak berdaya
disaat nyawa-nyawa berteriak ketika banjir melanda
disaat nyawa-nyawa meregang karena perseteruan saudara
disaat nyawa-nyawa melayang diterpa awan dan lahar merapi yang murka
disaat nyawa-nyawa harus pergi diterkanTsunami yang tiba-tiba

Tuhanku,
sebuah dosa dan duka apa yang Kau basuh akan segala?
apakah tanah dan bumi ini terlalu berat menampung semua?
apakah langit disini terlalu jengah menatap tindak kami yang ada?
Apakah udara yang masih Kau beri tak sudi lagi kami hirup bersama?
hingga Kau getarkan secuil kuasaMU dalam semua takdir duka
tak kuasa
dan percaya dariMU semua

Tuhanku,
diantara puingan dan dukacita
tegurlah kami yang masih tersisa
benahi semua yang terlupa
sadari segala yang mendosa
sebelum Kau datangkan itu lagi
biarkan nanti kami pergi
tanpa saudara yang tertinggal teteskan airmata
bila saatnya tiba

2011

Related posts

Leave a Comment

seventeen − 3 =